November 21, 2013

ONTEL, SAHABATKU 3 (fin)

Dalam persaingan pengojek di Kota, Pak Markuat memiliki 6 orang teman yang juga bekerja sebagai ojek ontel. Dan tiap harinya mereka berkumpul minum kopi bersama. Mereka bercengkrama untuk melepas lelah. Tidak ada tukang palak yang memungut uang dari para tukang ojek ini. Jadi mereka dapat bekerja dengan tenang. Tak terbayang apabila uang kecil mereka masih harus diminta oleh preman-preman begajulan.
Pak Markuat tidak memiliki tempat tinggal tetap di Jakarta. Ia sering tidur di warteg-warteg yang baik hati meminjamkan

November 20, 2013

ONTEL, SAHABATKU 2

Di tanggal 27 Oktober nanti, Pak Markuat genap berumur 60 tahun. Di usianya yang masuk golongan lansia ia masih harus bekerja keras untuk isteri dan anak-anak yang sangat dia cintai di kampung halaman. 
“Isteri dan anak-anak yang menjadi penyemangat saya”, 
begitulah katanya.
Dengan pendidikan rendah yaitu sampai kelas 5 SD, menyebabkan bapak tua baya ini tidak memiliki banyak pilihan pekerjaan. Itulah yang menjadikan di usia tuanya Pak Markuat masih harus menjadi pekerja kasar. Upah yang ia terima pun jauh dari sejahtera. Demikianlah perjuangan Pak Markuat untuk keluarga yang dicintainya.
Sebagai seorang pengojek sepeda Pak Markuat tidak memiliki upah yang besar untuk kecukupan hidup sehari-hari. Setiap harinya ontel yang ia kayuh hanya dapat menghasilkan rupiah 20 sampai 22 ribu banyaknya. Rupiah terbesar yang dapat diberikan oleh sepeda itu adalah 30 ribu. Uang sebesar itu pun Pak Markuat dapatkan pada

November 19, 2013

ONTEL, SAHABATKU

Siang hari dengan panas matahari yang menyengat, tidak mengganggu waktu santainya. Dengan ditemani segelas kopi panas dan sepeda butut di sampingnya, lelaki setengah baya itu duduk nikmat di pinggir kali.


Markuat, itulah nama lelaki yang sedang bersantai di tengah kesibukan toko-toko di sekelilingnya. Ia duduk manis di bawah pohon pinggir kali saat itu. Pak Markuat adalah seorang penyedia jasa di sekitar kawasan Glodok, Kota. Ia adalah salah satu dari banyak pengojek sepeda ontel di kawasan Kota Tua. Saat itu dia sedang santai melepas lelah setelah semalaman bekerja. Cukup enggan bagiku untuk menggaggunya.
Setelah menerobos keramaian pasar yang sesak, akhirnya aku dapat duduk disamping Pak Markuat. Bapak tua ini sempat kaget dan kaku ketika kuajak bicara. Sehabis memperkenalkan diri, ia menerima untuk diajak ngobrol santai denganku. Dengan keramahannya, Pak Markuat bersedia untuk menceritakan kisahnya padaku.
Bapak Markuat berasal dari daerah Tegal, Jawa Barat. Di Jakarta, Pak Markuat menggeluti pekerjaan mengojek sepeda semenjak enam belas tahun yang lalu. Dahulu sebelum mengojek ontel, Pak Markuat memiliki pekerjaan sebagai seorang kuli bangunan. Hanya